Senin, 01 September 2008

Saudaraku…..Beramal itu Perlu Ilmu.

Muqoddimah

Saudaraku…..Berapa umur kita sekarang? Berapa usia kita ketika mulai terkena beban syariat?. Mungkin sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun kita mengenal islam dan melaksanakan ajarannya. Tapi pernahkah kita berpikir, apakah ibadah kita ini sudah benar sesuai dengan contoh nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Apakah cara kita berislam sudah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya?. Sudahkah kita berislam dengan tata cara dan urutan yang benar?. Apa yang kita tahu tentang Islam?. Terkadang, di antara kaum muslimin, ketika ditanya apa itu Islam mereka kebingungan menjawab. Ya… Islam ya… kayak itu lah. Islam itu agama yang paling benar, agama yang paling diridhai Allah, dibawa oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan jawaban-jawaban lainnya. Ada juga yang menyebutkan mengenai rukun Islam ketika ditanya apa itu Islam. Ya, mereka tidak sepenuhnya salah, tapi yang dimaksud si penanya dengan Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan segala ketaatan/kepatuhan, serta melepaskan diri dari segala bentuk syirik dan para pelaku syirik. Ketika diberi tahu mengenai hal ini malah yang ditanya kebingungan, kok dia tidak pernah dengar mengenai hal ini. Ada juga, ketika salah seorang muslim sujud di dalam shalatnya dengan menghamparkan tanggannya ke lantai (tangan sampai siku menempel di lantai), ia ditegur temannya dan memberi tahu bahwa hal itu tidak boleh; dia malah kebingungan. Bahkan tidak percaya, karena selama shalat puluhan tahun baru sekarang ini ada yang menegur dan mangatakan perbuatan itu dilarang. Banyak contoh yang dapat dikemukakan, tapi kita mencukupkan itu saja. Sebagian kaum muslimin di dalam beribadah terkadang tidak membekali dirinya dengan ilmu mengenai ibadah tersebut terlebih dahulu. Selain merasa tidak penting, mereka juga beranggapan bahwa belajar hanya akan membuang waktu dan tenaga. Ngapain belajar segala, kalau mau sholat, lihat saja orang yang sedang sholat, kemudian kita contoh. Beres, selesai, simple kan?. Tidak usah belajar. Makan waktu, tenaga, dan biaya. Hal ini sangat memprihatinkan. Terkadang, kita tahu ilmu tentang sesuatu sampai sedetil-detilnya, tapi untuk permasalahan agama yang hubungannya dengan akhirat kita tidak tahu sama sekali, walaupun hal itu kita lakukan setiap hari!!. Kita ambil contoh, ada seorang bisa mempelajari masalah mesin sampai sedetil-detilnya, tapi dia tidak tahu bagaimana cara wudhu yang benar. Padahal setiap sholat harus berwudhu, lalu bagaimana dengan sholat-nya?

Saudaraku….Ilmu sebelum beramal sangat penting. Kita harus mengilmui apa yang akan kita amalkan. Karena kalau tidak, salah-salah kita akan terjerumus kepada bid’ah (sesuatu yang baru/diada-adakan yang tidak ada tuntunannya dalam agama) ataupun kesyirikan. Bid’ah lebih disenangi syetan ketimbang maksiat, karena orang yang berbuat maksiat merasa dirinya berbuat maksiat dan ada harapan untuk bertobat, sedangkan pelaku bid’ah merasa bahwa dirinya sedang beribadah kepada Allah, jadi harapan untuk bertaubat dari bid’ahnya sangat kecil sebab ia tidak merasa berbuat salah. Adapaun syirik merupakan dosa besar yang paling besar yang pelakunya tidak akan diampuni kalau mati dengan membawa dosa syirik tersebut (pelakunya mati sebelum bertobat). Dan dia akan kekal di dalam neraka. Na’udzubillah.

Saking pentingnya mengenai ilmu ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada kita untuk menuntut ilmu sebagaimana sabda beliau :

“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari)

Imam Ahmad –rahimahullah- pernah mengungkapkan:

“Manusia amat membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dalam sehari satu atau dua kali, sedang ilmu dibutuhkan setiap saat.”

Imam Bukhari –rahimahullah- dalam kitab shahihnya menulis : “Bab Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.” Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya) :

“Maka ketahuilah bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan mohonlah ampun atas dosamu.” (Muhammad:19)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin –rahimahullah- menjelaskan bahwa: “Imam Bukhari berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai ilmu sebelum ucapan dan perbuatan. Ini dalil yang tepat menunjukkan bahwa manusia hendaknya mengetahui terlebih dahulu, baru kemudian mengamalkannya. Ada juga dalil aqli yang menunjukkan hal serupa, yaitu bahwasanya amal dan ucapan tidak akan benar dan diterima sehingga sesuai dengan syariat. Seseorang tidak akan tahu apakah amalnya sesuai dengan syariat atau tidak kecuali dengan ilmu. Tetapi ada beberapa hal yang manusia bisa mengetahuinya secara fithrah, seperti pengetahuan bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan, sebab yang demikian ini sudah menjadi fithrah manusia, karena itulah tidak perlu bersusah payah untuk mempelajari bahwa Allah itu Esa. Adapun masalah-masalah juz’iyah yang beragam perlu untuk dipelajari dan memerlukan usaha keras.” Secara akal sehat, pernyataan Imam Bukhari tersebut memang benar dan logis. Kita ambil contoh, misalnya dalam ilmu dunia, bagaimana ia dapat menulis kalau belum pernah belajar menulis. Demikian juga untuk permasalahan akhirat, bagaimana mungkin seorang bisa menegakkan sholat dengan benar padahal ia belum pernah belajar bagaimana tata cara sholat yang benar. Bagaimana bisa berwudhu dengan benar sedang dia tidak pernah mau belajar berwudhu yang benar. Bukankah orang yang mau belajar pasti lebih tahu dan lebih benar tata caranya daripada orang yang tidak pernah belajar?

Sekarang Bagaimana dengan Anda? Sudahkah semua amal Anda didasari ilmu? Kalau sudah, itu yang kita harapkan. Kalau belum? Belum terlambat! Saatnya Anda bangun dari tidur yang panjang! Bergegaslah, tuntutlah ilmu! Jangan sia-siakan umur Anda tanpa menuntut ilmu.

Keutamaan Ilmu:

Saudaraku…..Keutamaan menuntut ilmu sangat banyak sekali, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam “Buah Ilmu” menyampaikan kepada kita sampai 129 sisi keutamaan ilmu. Tentunya sangat tidak mungkin kalau ditulis semuanya di sini. Di antara keutamaan menuntut ilmu adalah:

¤ “Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”. (Az-Zumar:9)

¤ “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11)

¤ “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju jannah. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunut ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat”. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)

¤ Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)

¤ “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)

¤ "Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia adalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)

Ilmu yang dipelajari

Saudaraku…..Apakah yang dimaksud dengan ilmu pada hadits-hadits di atas? Apakah seluruh ilmu? Yang dimaksud ilmu di situ adalah ilmu nafi’, yaitu ilmu yang bermanfaat, yang akan mewariskan kebaikan dan barakah kepada penuntutnya baik di dunia ataupun di akhirat. Karenanya ilmu yang patut dituntut dan diusahakan untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat adalah ilmu syar’I yang dengannya amal akan menjadi baik dan benar. Ilmu Syar’I adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan ijma' sahabat.

Apakah kita harus mempelajari semua ilmu yang ada? Tentunya tidak. Semua orang dilahirkan dengan kemudahan yang berbeda-beda. Kalau semuanya akan dituntut, sampai akhir hayatpun tidak semuanya dapat dipelajari,karena ilmu adalah samudera yang maha luas.

Apa yang mesti kita pelajari terlebih dahulu? Tentunya yang kita pelajari terlebih dahulu adalah ilmu-ilmu yang kita wajib ain untuk mengetahuinya, mau tidak mau, suka tidak suka, harus tahu. Di antaranya adalah mengetahui siapa Rabb (Tuhan) kita, Siapa Nabi kita, dan mengetahui agama Islam dengan dalil-dalilnya. Kita harus mengetahui siapa Rabb kita, dimana Allah berada, apa yang diperintahkan kepada kita, apa hak Allah terhadap manusia, apa kewajiban manusia terhadap Allah, mengetahui nama dan sifat-sifat Allah, bagaimana mentauhidkan Allah, dan lain sebagainya. Kita mengetahui siapa Nabi kita, bagaimana nasab beliau? Berapa umur beliau, kapan beliau diutus menjadi nabi, kapan diangkat menjadi rasul, kapan hijrah, beliau diutus untuk apa, apa yang beliau perintahkan, dan lain sebagainya.

Mengetahui agama Islam dengan dalil-dalilnya, yaitu beragama Islam dengan dalil, bukan hanya ikut-ikutan. Yang sangat penting bagi kita, yang mau tidak mau kita harus memahaminya diantaranya adalah mengenai tauhid, syirik, bagaimana kita beribadah, apa syarat dan rukun syahadat, apa konsekuensinya, apa yang dapat membatalkan syahadat kita. Kita harus paham mengenai cara wudhu, sholat, puasa, dan permasalahan-permasalahan dien (agama) yang setiap hari kita melaksanakannya. Kita tidak disyaratkan untuk hapal dalil-dalilnya, namun apabila dapat hapal dalil-dalil dari apa yang kita lakukan maka itu sangat baik sekali. Minimal kita mengetahui secara pasti bahwa ibadah yang kita laksanakan itu ada dalilnya dari syariat Islam. Pelajarilah ilmu-lmu tersebut sesuai dengan kemampuan kita. Prioritaskanlah yang harus diprioritaskan. Dahulukanlah mana yang harus didahulukan. Pelajarilah hal-hal yang merupakan wajib a’in bagi kita.

Metode menuntut ilmu:

Saudaraku…..menuntut ilmu dapat dengan berbagai metode, asal hal tersebut tidak dilarang oleh syariat. Di antara metode yang dapat digunakan adalah :

¤ Hadir dalam majelis-majelis taklim

Tentunya kita harus memperhatikan apa yang dikaji dan siapa pematerinya (yang memberi kajian) karena mungkin yang diajarkannya hal yang tidak berguna bagi kita, bahkan dapat merusak diri dan dien (agama) kita. Apakah yang diajarkannya memang diperlukan oleh kita dan bersumber dari al-Qur’an dan hadits yang shahih. Siapa pengajarnya? Apakah orang tersebut sudah terkenal konsisten dengan agama yang benar bersumber dari Al-Qur’an dan sunah yang shahih berdasar pemahaman salafush shalih. Jangan sampai kita belajar kepada ahli bid’ah. Karena bukan ilmu yang akan kita dapat, namun kebinasaan yang akan kita peroleh.

¤ Membaca kitab-kitab/buku yang bermanfaat

Apabila kita bisa berbahasa arab, maka kita baca kitab-kitab para ulama. Namun apabila tidak, kita dapat membaca buku terjemahan yang bagus. Namun jangan semua buku dibaca, kita juga harus selektif. Siapa penulisnya dan bagaimana keadaan penerjemahnya, apakah ia amanah dalam menerjemahkan atau tidak. Jangan semua buku kita baca, hanya buku yang shahih saja yang kita konsumsi.

¤ Mendengarkan kaset-kaset ceramah

Alhamdulillah, telah beredar di kalangan kita kaset-kaset yang berisi pelajaran-pelajaran yang bermanfaat. Kita dapat mengambil ilmu dengan mendengarkan kaset kaset tersebut. Tentu saja kita harus selektif juga dalam memilih kaset yang akan kita dengarkan.

¤ Meminta fatwa

Kita dapat meminta fatwa kepada ulama atau ustadz yang terpercaya mengenai permasalahan yang kita hadapi. Bisa lewat surat, telpon, e-mail, atau datang langsung.

¤ Dan metode-metode lain yang tidak bertentangan dengan syariat.

Prinsip-prinsip dalam pengambilan ilmu:

Saudaraku…..Di dalam mengambil ilmu kita perlu memperhatikan kaidah-kaidah pengambilan ilmu, agar jangan sampai kita salah dalam mengambil ilmu yang akhirnya membawa kita kepada penyelewengan terhadap syariat ini. Syaikh Nashr Abdul Karim Al-‘Aql di dalam buku : “Mujmal Ushul” telah memberikan penjelasan kepada kita mengenai prinsip-prinsip ini; yaitu :

1. Sumber ilmu adalah kitab Allah (Al Qur’an), sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang shahih dan ijma’ para salaf yang shaleh.

2. Setiap sunnah shahih yang berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wajib diterima, sekalipun tidak mutawatir atau ahad (hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat atau lebih, tetapi periwayatannya bukan dalam jumlah yang terhitung).

3. Yang menjadi rujukan dalam memahami Kitab dan Sunnah adalah nash-nash (teks Al Qur’an atau hadits) yang menjelaskannya, pemahaman para salaf yang shaleh dan para imam yang mengikuti jejak mereka serta dilihat arti yang benar dari bahasa Arab. Namun jika hal tersebut sudah benar maka tidak dipertentangkan lagi dengan hal-hal yang hanya berupa kemungkinan sifatnya menurut bahasa.

4. Prinsip-prinsip utama dalam agama (ushuluddin) semua telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Siapapun tidak berhak mengadakan hal yang baru, yang tidak ada contoh sebelumnya, apalagi sampai mengatakan hal tersebut termasuk bagian dari agama.

5. Berserah diri dan patuh hanya kepada Allah dan Rasul-Nya lahir dan batin. Tidak menolak sesuatu dari Kitab atau Sunnah yang shahih, baik dengan analogi, perasaan, kasyf (illuminasi, atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib), ucapan seorang syeikh ataupun imam-imam, dan lain-lainnya.

6. Dalil akli yang benar akan sesuai dengan dalil nakli (nash) yang shahih. Sesuatu yang qath’i (pasti) dari kedua dalil itu tidak akan bertentangan. Apabila sepertinya ada pertentangan di antara kedua dalil itu, maka dalil nakli harus didahulukan.

7. Wajib untuk senantiasa menggunakan bahasa agama dalam aqidah dan menjauhi bahasa bid’ah (yang bertentangan dengan sunnah). Bahasa umum yang mengandung pengertian yang salah dan yang benar perlu dipertanyakan lebih lanjut mengenai pengertian yang dimaksud. Apabila yang dimaksud adalah pengertian yang benar maka perlu disebutkan dengan menggunakan bahasa agama (syar’i). Tetapi bila yang dimaksud adalah pengertian yang salah maka harus ditolak.

8. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam adalah ma’shum (dipelihara Allah dari kesalahan), dan umat Islam secara keseluruhan dijauhkan Allah dari kesepakatan atas kesesatan. Namun secara individu, tidak ada seorangpun dari kita yang ma’shum. Jika ada perbedaan pendapat diantara para imam atau yang selain mereka maka perkara tersebut dikembalikan kepada Kitab dan Sunnah, dengan memaafkan orang yang keliru dan berprasangka baik bahwa dia adalah orang yang berijtihad.

9. Ada di antara umat kita yang memperoleh bisikan dan ilham dari Allah, ru’ya (mimpi) yang baik. Ini benar dan termasuk salah satu bagian dari kenabian. Firasat yang baik adalah benar, dan itu semua adalah karamah (suatu kelebihan dan keluarbiasaan yang dikaruniakan Allah kepada seorang wali) serta tanda baik dari Allah, asal dengan syarat tidak bertentangan dengan syariat dan tidak menjadi sumber aqidah maupun hukum. Ciri karamah adalah orang yang mendapatkannya senantiasa istiqomah, berjalan di atas tuntunan Al Quran dan Sunnah.

10. Berdebat untuk menimbulkan keraguan dalam agama adalah perbuatan tercela. Tetapi berdebat dengan cara yang baik untuk mencari kebenaran disyariatkan. Perkara yang dilarang oleh nash untuk mendalaminya wajib diterima dan wajib menahan diri untuk mendalami sesuatu yang tidak dapat diketahui oleh seorang muslim. Seorang muslim harus menyerahkan pengetahuan tersebut kepada Yang Maha Mengetahui, yakni Allah Subhanahu Wata’ala.

11. Kaum muslimin wajib senantiasa mengikuti manhaj (metode) Al-Qur’an dan Sunnah dalam menyampaikan sanggahan, dalam aqidah dan dalam menjelaskan suatu masalah. Karena itu bid’ah tidak boleh dibalas dengan bid’ah lagi, kekurangan dilawan dengan berlebih-lebihan, atau sebaliknya.

12. Setiap perkara baru yang tidak ada sebelumnya dalam agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan dalam neraka.

Penutup

Saudaraku…..Marilah mulai sekarang kita bersama-sama memperbaharui cara kita beragama, memperbaharui amalan-amalan kita dengan mengilmui dahulu baru kemudian mengamalkan. Tidak asal dalam beribadah, karena nantinya hanya capek dan lelah yang akan kita dapatkan. Beribadah ada caranya, ada tuntunannya, dan itu hanya bisa kita ketahui dengan berilmu terlebih dahulu. Jangan sampai kita terkena hadits (yang artinya): “Barangsiapa yang mangada-adakan perkara baru dalam urusan kami ini, apa yang tidak ada darinya, maka perkara baru itu tertolak (H.R. Bukhori-Muslim).” Dalam riwayat yang lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada padanya urusan kami, maka amalan itu tertolak (H.R Muslim).” Marilah kita jadikan “ilmu sebelum berucap dan beramal” sebagai slogan kita.

Semoga bermanfaat. Allahu A’lam.

Sumber bacaan dan pengambilan:

1. Buah Ilmu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Penerjemah : Fadhli Bahri, Lc. Penerbit : Pustaka Azzam, Jakarta.

2. Pesan Untuk Muslimah Bagi Penuntut Ilmu Syar’i, Ummu Hasan. Penerjemah: Razif Abdullah. Penerbit: Pustaka Amanah, Solo.

3. Penjelasan Kitab Tiga Landasan Utama, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Penerjemah : Zainal Abidin Syamsuddin, Lc, Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit : Darul Haq, Jakarta

4. Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Dr. Nashir ibn ‘Abdul Karim Al ‘Aql, Penerjemah : Muhammad Yusuf Harun MA. Penerbit : Gema Insani Press, Jakarta.

Tidak ada komentar: