Tampilkan postingan dengan label keutamaan doa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keutamaan doa. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Agustus 2008

DALIL-DALIL SUNNAH TENTANG KEUTAMAAN DOA DAN PENYEBUTAN KRITERIA MENGENAI ADANYA TINGKAT-TINGKAT KEUTAMAAN DALAM DZIKIR DAN DOA

Oleh : Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr –hafidhahullah

Telah diterangkan di muka makna keutamaan doa dari sisi pemaparan kata-kata dalam nash-nash al-Qur’an al-Karim yang menunjukkan akan keagungan keutamaannya dan kemuliaan keadaannya. Berikut ini akan disebutkan sejumlah nash dari Sunnah yang menunjukkan keutamaan doa, keuntungan, buah, dan faedahnya. Dan sunnah penuh dengan nash-nash yang mencakup hasungan untuk banyak berdoa, menerangkan keutamaannya, pahala dan ganjaran yang besar di sisi Allah.

Di antaranya yang dikukuhkan dalam kitab Sunan dari Nu’man bin Basyiir z, bahwasanya Rasulullah l bersabda: Doa adalah ibadah. Kemudian beliau membaca ayat: Dan Rabb kalian berfirman: Memohonlah kepadaKu, Aku akan mengabulkan permohonan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari memohon kepadaKu, mereka akan masuk Jahannam dalam keadaan hina. (Ghaafir: 60). [1] Hal itu menunjukkan keagungan keadaan doa, dan merupakan ibadah paling tinggi dan paling utama.

Imam Hakim telah meriwayatkan dengan sanad hasan dari Ibnu Abbas z secara marfu’: “Ibadah yang paling utaman adalah doa. Dan ia membaca: Dan Rabb kalian berfirman: Memohonlah kepadaKu, Aku niscaya mengabulkan permohonan kalian.”[2]

Imam Tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah z, dari Nabi l, ia bersabda: Tidak ada sesuatu yang lebih mulia bagi Allah dari doa.[3]

Dalam hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan doa, kemuliaannya yang besar di sisi Allah, dan kedudukannya yang tinggi dalam ibadah. Dan bahwasanya doa adalah ruhnya, intinya, dan paling utamanya. Sesungguhnya keadaannya menjadi demikian itu karena sejumlah besar perkara yang disebutkan oleh para ulama:

Di antaranya, bahwsanya doa mengandung ketundukan kepada Allah dan menampakkan kelemahan dan kebutuhan kepadaNya I.

Di antaranya, bahwa ia ibadah, setiap kali hati lebih khusyu’ dan pikiran lebih hadir maka akan lebih utama dan lebih sempurna. Dan doa adalah ibadah paling dekat kepada teraihnya maksud-maksud ini. Sesungguhnya kebutuhan seorang hamba akan mendorongnya untuk khusyu’ dan kehadiran hati.

Di antaranya, bahwa doa keharusan dari bertawakkal dan memohon pertolongan kepada Allah saja. Karena tawakkal adalah menyandarkan hati kepada Allah, dan percaya penuh kepadaNya akan teraihnya sesuatu yang diinginkan dan tertolaknya sesuatu yang tidak disukai. Sedangkan doa menguatkannya. Bahkan mengejawantahkannya dan menyatakannya. Karena seseorang yang berdoa mengetahui kepentingan asasinya total ada pada Allah, dan semua urusannnya berada di TanganNya, sehingga ia memohonnya dari Rabbnya, mengharap kepadaNya, percaya penuh kepadaNya. Inilah ruuh ibadah.[4] Dan perkara-perkara lain yang menerangkan kedudukan agung doa dan keadaannya yang tinggi, dimana selayaknya untuk dicamkan bahwa hal ini berarti pengutamaan doa terhadap ibadah-ibadah yang lainnya secara mutlak. Namun jenis dzikir lebih utama dari jenis doa dipandang dari sisi masing-masing daripadanya secara sendiri-sendiri. Membaca al-Qur’an lebih utama dari dzikir. Dzikir lebih utama dari doa. Ini kalau ditinjau dari masing-masing secara sendiri-sendiri. Walau kadang terjadi sesuatu yang kurang utama dibandingkan dengan sesuatu yang menjadikannya lebih utama dari sesuatu yang utama.[5]

Bab mulia ini termasuk ilmu yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim dan diperhatikan dengan seksama agar mengetahui mana yang lebih utama dalam setiap waktu dan keadaan, dan supaya lebih pintar tentang peribadatan kepada Rabbnya dan ketaatan manakah yang lebih sempurna dalam setiap waktu dan tempat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah menyebutkan kriteria-kriteria rinci akan perbedaan keutamaan antara ibadah-ibadah yang ada dan jenis-jenisnya menurut jenis ibadah dan waktu-waktunya serta perbedaan tempat-tempatnya serta perbedaan ukuran pemenuhannya dan lain sebagainya. Dengan bercermin kepadanya seorang muslim dapat mengetahui manakah yang lebih utama baginya menurut gambaran-gambaran yang disebutkan tersebut.

Beliau rahimahullah berkata: “Sesungguhnya keutamaan itu bermacam-macam. Kadang menurut jenis-jenis ibadah, seperti jenis shalat lebih utama dari jenis qira-ah (membaca al-Qur’an). Jenis qira’ah lebih utama dari jenis dzikir. Dan jenis dzikir lebih utama dari jenis doa.

Kadang berbeda menurut perbedaan waktu, seperti qira’ah, dzikir dan doa setelah shalat Fajar dan Ashar disyari’atkan berlainan dengan shalat.

Kadang berbeda menurut amalan lahiriyah seseorang, seperti dzikir dan doa di dalam ruku’ dan sujud adalah disyari’atkan berlainan dengan qira’ah. Demikian pula dzikir dan doa-doa ketika tawaf disyari’atkan menurut kesepakatan. Adapun qira’ah ketika tawaf, maka terdapat perbedaan pendapat yang telah dikenal.

Kadang berbeda menurut tempat, seperti apa yang disyari’atkan di Arafah dan Muzdalifah dan ketika melempar jumrah dan ketika di Shafa dan Marwah terdapat dzikir dan doa yang berbeda dengan yang terdapat di dalam shalat dan yang semisalnya. Thawaf di Baitullah seperti dituntunkan lebih utama dari shalat. Dan shalat bagi orang mukim di Makkah lebih utama.

Kadang berbeda menurut tingkatan jenis ibadah. Maka jihad bagi laki-laki lebih utama dari hajji. Adapun bagi perempuan maka jihad mereka hajji. Perempuan yang telah menikah ketaatan kepada suaminya lebih utama dari taat kepada kedua orang tuanya. Berbeda dengan yang belum menikah, maka ia diperintahkan untuk mentaati kedua orang tuanya.

Dan kadang berbeda menurut perbedaan hal kemampuan hamba dan kelemahannya. Segala ibadah yang mampu dilaksanakannya lebih utama baginya dari melakukan yang ia tidak mampu, walaupun jenis ibadah yang ia tidak mampu tersebut lebih utama. Dan ini bab yang luas dimana banyak manusia berlebih-lebihan di dalamnya dan mengikuti hawa nafsu mereka.

Sesungguhnya sebagian manusia melihat bahwa amalan jika lebih utama bagi dirinya karena kesesuaiannya dengan dirinya dan keadaannya lebih bermanfaat bagi hatinya dan lebih taat kepada Rabbnya, ia ingin menjadikannya lebih utama untuk semua manusia dan memerintahkan mereka untuk berbuat semisal dengannya.

Padahal Allah I mengutus Muhammad l dengan membawa al-Kitab dan al-Hikmah, dan menjadikannya rahmat bagi para hamba serta sebagai petunjuk bagi mereka, yang memerintahkan setiap orang dengan sesuatu yang lebih baik untuknya. Maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk menjadi penasihat bagi muslim yang lain dan mengarahkan untuk setiap person melakukan perkara yang lebih baik untuknya.

Dengan ini jelas bagimu bahwa diantara manusia ada yang menjadikan kekuatannya dalam masalah ilmu lebih utama baginya. Dan diantara mereka ada yang menjadikan kemampuannya untuk berjihad lebih utama. Ada pula yang menjadikan kemampuannya untuk beribadah fisik seperti shalat dan puasa lebih utama untuknya.[6] Keutamaan mutlak adalah yang serupa dengan keadaan Nabi l lahir dan batin. Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah ucapan Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad l.”[7] Selesai perkataan beliau rahimahullah.

Seperti yang anda lihat, perkataan ini mengandung penelaahan yang mendalam dan pendalaman yang mencukupi dalam bab agung ini bagi siapa saja yang menghendaki sesuatu yang lebih utama dan lebih sempurna bagi dirinya dalam masalah ibadah dan perkara-perkara yang dapat mendekatkan diri kepada Allah I. Dan kesimpulannya, bahwa yang lebih utama dalam setiap waktu dan hal adalah memelihara sunnah Nabi l di dalam waktu dan hal tersebut dan menyibuhkan diri dengan kewajiban-kewajiban waktu tersebut, juga yang menjadi keharusan serta konsekwensi-konsekwensi dirinya. Dengan demikian seorang muslim meraih kesempurnaan dan menghiasi diri dengan sesuatu yang lebih utama dan lebih sempurna.

Dan selayaknya ia mengetahui bahwa amalan-amalan yang sama dalam jenis yang bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan-tingkatan apa yang ada di dalam hati yang berupa iman kepada Allah dan mencintaiNya serta mengangkan syari’atNya dan bermaksud meraih WajahNya dengan amalan yang bertingkat-tingkat yang tidak dapat dihitung dan diliput kecuali Allah.

Kita memohon kepada Allah I agar berkenan memberi petunjuk kepada kita semua ke arah amalan yang paling baik dimana tidak ada yang dapat menunjukkan yang terbaik kecuali Dia, dan merizkikan kepada kita semua keikhlasan dalam berkata dan berbuat.


[1] Sunan Tirmidzi no. 3247, al-Musnad IV/267, al-Adab al-Mufrad no. 714, dan disahihkan al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Adab al-Mufrad no. 1757.

[2] Al-Mustadraak I/491, dan dihasankan al-‘Allaamah al-Albani rahimahullah dalam ash-Shahihah no. 1579.

[3] Sunan Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, dan Shahih Ibnu Hibban no. 870, al-Mustadraak I/490, dan dihasankan al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Adab no. 549.

[4] Lihat Majmu’ al-Fawaaid wa Iqtinaash al-Awaabid oleh Ibnu Sa’diy no. 46.

[5] Lihat al-Waabil ash-Shayyib oleh Ibnu Qayyim hal. 187.

[6] Termasuk bijak kalau disebutkan di dalam bab ini apa yang dipaparkan adz-Dzahabi dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’ VIII/114 ketika menerangkan biografi imam Malik bin Anas, bahwasanya Abdullah bin Umar al-Umari sang ahli ibadah menulis kepada imam Malik guna menghasungnya untuk menyendiri dan beramal. Maka imam Malik menulis sebagai balasan kepadanya: Sesungguhnya Allah telah membagi-bagi amalan seperti telah membagi-bagi rizki. Kadang seseorang dibukakan untuknya dalam masalah shalat dan tidak dibukakan baginya dalam masalah berpuasa. Yang lain dibukakan untuknya jihad. Dan menyebarkan ilmu termasuk amalan kebaikan paling utama, dan aku telah ridha dengan apa yang telah dibukakan untuk diriku. Dan tidaklah aku menyangka apa yang aku dapati berbeda dengan apa yang engkau dapati. Namun aku berharap supaya masing-masing kita berada di atas kebaikan dan kebajikan.

[7] Majmu’ al-Fatawa X/427-429.



Baca Selanjutnya...

KEUTAMAAN DOA

Oleh: Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr –hafidhahullah.


Kedudukan doa di dalam Islam sangat agung, tempatnya sangat mulia dan posisinya sangat tinggi. Karena doa adalah ibadah yang paling agung, ketaatan yang paling besar dan pendekatan diri paling bermanfaat. Oleh karena itu banyak nash / dalil yang menyebutkannya di dalam Kitab Allah I dan sunnah Rasulullah l yang menerangkan tentang keutamaannya dan menyebutkan kedudukan dan keagungan keadaannya, serta menghimbau dan menghasungkan tentangnya. Banyak sekali jenis pendalilan dari nash-nash ini dimana semuanya menerangkan tentang keutamaan doa. Ada yang berbentuk perintah dan hasungan. Ada yang berupa peringatan dari meninggalkannya dan sombong daripadanya. Pada sebagiannya mengingatkan keagungan pahalanya dan besarnya balasan di sisi Allah. Ada pula yang berupa pujian bagi orang-orang beriman yang mengamalkannya dan sanjungan kepada mereka karena mereka melakukannya dengan sempurna, serta masih banyak jenis pendalilan lain di dalam al-Qur’an al-Karim dimana semuanya menunjukkan besarnya keutaamaan doa.

Bahkan Allah I telah membuka kitabnya yang mulia dengan doa dan mengakhiri dengannya. Lihatlah surat al-Hamd (al-Fatihah) yang merupakan pembuka al-Qur’an al-Karim yang mencakup atas doa-doa kepada Allah dengan pemintaan-permintaan paling agung dan maksud-maksud paling sempurna. Ingatlah, yaitu permohonan kepada Allah Azza wa Jalla akan hidayah ke jalan yang lurus dan inayah untuk menghambakan diri kepadaNya, dan menegakkan ketaatan kepadaNya. Demikian pula surat an-Naas, yang menjadi penutup al-Qur’an al-Karim, mencakup doa-doa kepada Allah I dengan memohon perlindungan kepadaNya I dari kejahatan bisikan-bisikan al-Khannaas (setan yang bersembunyi) dari golongan jin dan manusia yang membisikkan ke dalam dada manusia. Tidak diragukan bahwasanya membuka al-Qur’an al-Karim dengan doa dan mengakhirinya dengan doa merupakan dalil akan kebesaran kedudukan doa, dan bahwa doa adalah ruh ibadah, dimana hal itu menunjukkan kebesaran kedudukannya. Seperti firmanNya I:

Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kepadaKu, Aku senantiasa mengabulkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepadaKu akan masuk ke dalam Jahannam dalam keadaan hina. (Ghaafir: 60).

Dan seperti dalam firmanNya ketika menceritakan tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam:

Dan aku mengasingkan diri dari kalian dan dari yang kalian seru selain Allah. Aku memohon kepada Rabbku, semoga dengan berdoa kepada Rabbku, aku tidak menjadi orang-orang yang celaka. Maka ketika ia mengasingkan diri dari mereka dan dari segala yang mereka seru selain Allah, Kami anugerahkan untuknya Ishaq dan Ya’qub. Dan keduanya Kami angkat sebagai nabi. (Maryam: 48-49).

Dan ayat-ayat yang senada dengannya. Dan doa juga disebut dengan nama agama (dien), seperti dalam firmanNya:

Maka berdoalah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untukNya. (Ghaafir: 14).

Dan ayat-ayat yang semisal dengannya.

Semua itu menerangkan kepada kita kebesaran keadaan doa, dan bahwasanya doa adalah asas peribadatan dan ruhnya, dan sebagai pertanda penghinaan diri, ketundukan, dan kepatuhan di hadapan Allah, serta ketergantungan denganNya. Oleh karena itu Allah menghasung para hamba untuk melakukannya, mencintakan mereka kepadanya dalam banyak sekali ayat al-Qur’an al-Karim. Allah I berfirman:

Serulah Rabb kalian dengan merendahkan hati dan penuh rasa takut. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampuai batas. Dan janganlah membuat kerusakan di muka bumi setelah diperbaiki, dan serulah Dia dengan penuh rasa takut dan harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. (al-A’raaf: 55-56).

Dialah yang Maha Hidup, tidak ada ilah (yang diibadahi dengan benar) kecuali Dia. Maka serulah Dia dengan mengikhlaskan agama untukNya. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (Ghaafir: 65).

Dia I mengabarkan sebagai dorongan bagi para hamba untuk suka berdoa, bahwasanya Dia sangat dekat dengan mereka dan senantiasa mengabulkan permohonan mereka, merealisir pengharapan mereka, memberi permintaan mereka, dan berfirman:

Dan jika hamba-hambaKu bertanya tentang diriKu, sesungguhnya Aku sangat dekat (dengan mereka) dan senantiasa mengabulkan permohonan mereka jika mereka memohon (kepadaKu), maka ijabahilah (perintah-perintahKu) dan berimanlah kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (al-Baqarah: 186).

Siapakah yang mengabulkan permohonan orang-orang yang terdesak ketika ia berdoa kepadaNya dan menghilangkan keburukan (yang menimpanya) serta menjadikan kalian sebagai khalifah di bumi?. (an-Naml: 62).

Oleh karena itu seorang hamba semakin besar pengenalannya dengan Allah dan semakin kuat hubungannnya denganNya maka berdoanya kepadaNya lebih besar, dan ketundukannya di hadapanNya lebih sangat. Karenanya para nabi Allah dan para rasul adalah manusia yang paling besar realisasinya dalam berdoa dan mengejawantahkannya dalam seluruh keadaan mereka semuanya dan seluruh kepentingan mereka semua. Dan Allah telah memuji mereka karena hal itu di dalam al-Qur’an al-Karim, dan menyebutkan sejumlah doa mereka dalam berbagai macam keadaan dan kesempatan yang berlainan. Allah I berfirman mensifatkan keadaan mereka: Sesungguhnya mereka sangat bersegera dalam kebaikan dan berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas, dan mereka khusyu’ (ketika berdoa) kepada Kami. (al-Anbiya’: 90).

Di antara doa para nabi, seperti yang diceritakan Allah tentang nabiNya Ibrahim ‘alaihissalam ketika berfirman: Segala puji bagi Allah, yang telah menganugerahkan kepadaku di saat aku telah renta Ismail dan Ishaaq. Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Mendengar doa. Wahai Rabbku, jadikanlah diriku dan anak-anakku sebagai orang-orang yang menegakkan shalat. Wahai Rabbku, dan terimalah doa-doa(ku). Wahai Rabbku, ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku dan dosa-dosa orang-orang beriman pada hari ditegakkan perhitungan. (Ibrahim: 39-41).

Dia I mengisahkan doa nabi Nuh ‘alaihissalam ketika meminta Rabbnya agar menolong dirinya menghadapi kaumnya yang telah mendustakan dan memusuhi dirinya. Maka Dia I berfirman: Sebelum mereka, kaum Nuh telah mendustakan. Mereka mendustakan hamba Kami dan mereka mengatakan: Orang gila maka usirlah dia. Maka dia berdoa kepada Rabbnya: Sesungguhnya aku telah dikalahkan, maka tolonglah aku. Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit sehingga airpun tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, sehingga (kedua pancaran) air itupun bertemu untuk suatu urusan yang telah ditentukan. Dan Kami angkut Nuh di atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. Yang berlayar dengan pengawasan Kami, sebagai balasan bagi orang yang telah diingkari. (al-Qamar: 9-14).

Allah juga mengingatkan tentang doa nabi Ayub ‘alaihissalam ketika ditimpa keburukan, maka Ia berfirman: Dan nabi Ayub ketika menyeru Rabbnya: Sesungguhnya keburukan menimpa diriku, sedangkan Engkau Maha Penyayang. Maka Kami kabulkan permohonannya, lalu Kami hilangkan keburukan yang menimpa dirinya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangannya sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi yang orang-orang yang beribadah (kepada Kami). (al-Anbiya’: 83-84).

Ia I juga mengingatkan doa nabi Yunus ‘alaihissalam ketika ditelan ikan, lalu ia berdoa kepada Rabbnya, sedangkan ia berada di dalam perut ikan di tengah lautan. Dan Allah mengabulkan permohonannnya, maka Ia I berfirman: Dan ingatlah kisah Dzun Nuun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah dan ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersulit dirinya. Maka ia menyeru di dalam kegelapan (perut ikan), bahwasanya tidak ada ilah (yang diibadahi dengan benar) kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim. Maka Kami kabulkan permohonannya dan Kami selamatkan dia dari kedukacitaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang beriman. (al-Anbiya’: 87-88). Demikianlah, dan barangsiapa yang mencermati al-Qur’an al-Karim akan mendapati doa-doa para nabi dan permohonan mereka kepada Rabbnya serta usulan mereka di hadapanNya dalam seluruh keadaan mereka ‘alaihimushshalaatu wassalaam sebagai sesuatu yang besar di dalamnya.

Dan seperti ketika Ia I mensifatkan para nabi dengan doa-doanya dan menerangkan mereka terhadapnya, serta pujianNya terhadap mereka atas peraihannya, maka demikian juga ketika Ia mensifatkan orang-orang beriman yang lurus dan para hamba Allah yang shalih. Ia I berfirman: Mereka menjauhkan diri dari tempat tidur guna memohon kepada Rabbnya dengan penuh harap dan cemas, dan mensedekahkan sebagian dari apa yang telah Kami rizkikan kepada mereka. Maka tidak ada seorangpun yang mengetahui (pahala) apa yang disiapkan untuk mereka yang berupa segala yang menyejukkan pandangan di surga sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (as-Sajdah: 16-17). Dan firman-Nya I: Dan sabarkanlah dirimu untuk tetap bersama dengan orang-orang yang selalu menyeru Rabb mereka di waktu pagi dan petang menghendaki Wajah Rabbnya. (al-Kahfi: 28). Dan Ia I berfirman ketika mensifatkan penduduk surga ketika mereka memasukinya dengan penuh sejahtera dan aman: Mengalir di bawah mereka sungai-sungai di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Seruan mereka di dalamnya: Maha Suci Engkau ya Allah, dan ucapan penghormatan mereka di dalamnya: Semoga tetap dalam keselamatan, dan akhir seruan mereka: Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (Yuunus: 9-10).

Jadi doa adalah ruh agama ini, bekal bagi orang-orang beriman dan bertakwa, pertanda ketundukan dan kepatuhan kepada Rabb semesta alam. Semoga Allah menjadikan kita sekalian termasuk ahlinya dan termasuk orang-orang yang dapat meraihnya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.

Baca Selanjutnya...