Cinta memang sebuah anugerah, cinta hadir untuk memaniskan hidup di dunia apalagi rasa cinta kepada lawan jenis, sang pujaan hati atau sang kekekasih hati menjadikan cinta itu begitu terasa manis bahkan kalo orang bilang bila orang sudah cinta, maka empedu pun terasa seperti gula. Begitulah cinta, sungguh hal yang telah banyak menjerumuskan kaum muslimin ke dalam jurang kenistaan manakala tidak berada dalam jalur rel yang benar. Mereka sudah tidak tahu lagi mana cinta yang dibolehkan dan mana yang dilarang.
Kehidupan seorang muslim atau muslimah tanpa pacaran adalah hambar, begitulah kata mereka. Kalau dikatakan nggak usah kamu pacaran maka serentak ia akan mengatakan Lha kalo nggak pacaran, gimana kita bisa ngenal calon pendamping kita? Kalo dikatakan pacaran itu haram akan dikatakan, pacaran yang gimana dulu? Beginilah keadaan kaum muda sekarang, racun syubhat, dan racun membela hawa nafsu sudah menjadi sebuah hakim akan hukum halal-haram, boleh dan tidak. Tragis memang kondisi kita ini, terutama yang muslimah.
Mereka para muslimah kebanyakan berlomba-lomba untuk mendapatkan sang pacar atau sang kekasih, apa sebabnya, Aku takut nggak dapat jodoh . Muslimah banyak ketakutannya tentang calon pendamping, karena mereka tahu bahwa perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1 : 5. Tapi apakah jalan pacaran sebagai penyelesaian? Jawabnya Tidak. Bagaimana bisa, kita ikuti selengkapnya pembahasan ini sebagai berikut, (diambil dari buku Pacaran dalam Kacamata Islam karya Abdurrahman al-Mukaffi)
Dikatakan beliau bahwa pacaran dikategorikan sebagai nafsu syahwat yang tidak dirahmati oleh Allah, karena ketiga rukun yang menumbuhkan rasa cinta menyatu di luar perkawinan. Hal ini dilakukan dengan dalih sebagai suatu penjajakan guna mencari partner yang ideal dan serasi bagi masing-masing pihak. Tapi dalam kenyataannya masa penjajakan ini tidak lebih dimanfaatkan sebagai pengumbaran nafsu syahwat semata-mata, bukan bertujuan secepatnya untuk melaksanakan perkawinan.
Hal ini tercermin dari anggapan mereka bahwa merasakan ideal dalam memilih partner jika ada sifat-sifat sebagai berikut :
Mereka merasa beruntung sekali jika selalu dapat berduaan, dan berpisah dalam waktu pendek saja tidak tahan rasanya. Dan keduanya merasa satu sama lain saling memerlukan.
Mereka merasa cocok satu sama lainnya. Karena segala permasalahan yang sedang dihadapi dan dirasakan menjadi masalah yang perlu dicari pemecahannya bersama. Hal ini dimungkinkan karena mereka satu dengan lainnya merasa dapat mencapai saling pengertian dalam seluruh aspek kehidupannya.
Mereka satu sama lain senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menuruti kemauan sang kekasih. Hal ini dimungkinkan karena perasaan cinta yang telah tumbuh secara sempurna dengan pertautan yang kuat.
Tapi tanpa disadari, pacaran itu sendiri telah melambungkan perasaan cinta makin tinggi. Di sisi lain, pacaran menjurus pada hubungan intim yang merusak cinta, melemahkan dan meruntuhkannya. Karena pada hakekatnya hubungan intim dalam pacaran adalah tujuan yang hendak dicapai dalam pacaran. Oleh karena itu orang yang pacaran selalu mendambakan kesyahduan. Dengan tercapainya tujuan tersebut kemungkinan tuntutannya pun mereda dan gejolak cintanya melemah. Hingga kebencian menghantui si bunga yang telah layu, karena si kumbang belang telah menghisap kehormatan secara haram.
Tak ubahnya seperti apa yang dinginkan oleh seorang pemuda untuk memadu cinta dengan dara jelita kembang desanya. Dalam pandangannya sang dara tampak begitu sempurna. Higga kala itu pikiran pun hanyut, malam terkenang, siang terbayang, maka tak enak, tidur pun tak nyenyak, selalu terbayang si dia yang tersayang. Hingga tunas kerinduan menjamur menggapai tangan, menggelitik sambil berbisik. Bisikan nan gemulai, tawa-tawa kecil kian membelai, canda-canda hingga terkulai, karena asyik, cinta pun telah menggulai. Menggulai awan yang mengawang, merobek cinta yang tinggi membintang, hingga luka mengubur cinta.....
Bagaimana pandangan Imam Ibnu Qoyyim rakhimaahullah tentang hal ini? Kata Ibnu Qoyyim, hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya.
Bohong! Itulah pandangan mereka guna membela hawa nafsunya yang dimurkai Allah, yakni berpacaran. Karena mereka telah tersosialisasi dengan keadaan seperti ini, seolah-olah mengharuskan adanya pacaran dengan bercintaan secara haram. Bahkan lebih dari itu mereka berani mengikrarkan, bahwa cinta yang dilahirkan bersama dengan sang pacar adalah cinta suci dan bukan cinta birahi. Hal ini didengung-dengungkan, dipublikasikan dalam segala bentuk media, entah cetak maupun elektronika. Entah yang legal maupun ilegal. Padahal yang diistilahkan kesucian dalam Islam adalah bukanlah semata-mata kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja. Lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan dan sekujur anggota tubuh, bahkan kesucian hati wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, zinanya hati adalah membayangkan dan menghayal, zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan muhrim. Dan pacaran adalah refleksi hubungan intim, dan merupakan ring empuk untuk memberi kesempatan terjadinya segala macam zina ini.
Rasulullah bersabda,
Telah tertulis atas anak adam nasibnya dari hal zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tak dapat tidak. Zinanya mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah ingin dan berangan-angan. Dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau didustakannya.
Perjumpaan pertama, yaitu perjumpan keduanya yang belum saling kenal. Kemudian berkenalan baik melalui perantara teman atau inisiatif sendiri. hasrat ingin berkenalan ini begitu menggebu karena dirasakan ada sifat-sifat yang menjadi sebab keduanya merasakan getaran yang lain dalam dada. Hubungan pun berlanjut, penilaian terhadap sang kenalan terasa begitu manis, pertama ia nilai dengan daya tarik fisik dan penampilannya, mata sebagai juri. Senyum pun mengiringi, kemudian tertegun akhirnya, akhirnya jantung berdebar, dan hati rindu menggelora. Pertanyaan yang timbul kemudaian adalah kata-kata pujian, kemudian ia tuliskan dalam buku diary, Akankah ia mencintaiku? Bila bertemu ia akan pandang berlama-lama, ia akan puaskan rasa rindu dalam dadanya.
Pengungkapan diri dan pertalian, disinilah tahap ucapan I Love You, Aku mencintaimu. Si Juliet akan sebagai penjual akan menawarkan cintanya dengan rasa malu, dan sang Romeo akan membelinya dengan, I Love You. Jika Juliet diam dengan tersipu dan tertunduk malu, maka sang Romeo pun telah cukup mengerti dengan sikap itu. Kesepakatan pun dibuat, ada ijin sang Romeo untuk datang ke rumah, Apel Mingguan atau Wakuncar. Kapan pun sang Romeo pengin datang maka pintu pun terbuka dan di sinilah mereka akan menumpahkan perasaan masing-masing, persoalanmu menjadi persoalannya, sedihmu menjadi sedihnya, sukamu menjadi riangnya, hatimu menjadi hatinya, bahkan jiwamu menjadi hidupnya. Sepakat pengin terus bersama, berjanji sehidup semati, berjanji sampai rumah tangga. Asyik dan syahdu.
Pembuktian, inilah sebuah pengungkapan diri, rasa cinta yang menggelora pada sang kekasih seakan tak mampu untuk menolak ajakan sang kekasih. Buktikan cintamu sayangku. Hal ini menjadikan perasaan masing-masing saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan diantara keduanya. Bila sudah seperti ini ajakan ciuman bahkan bersenggama pun sulit untuk ditolak. Na’udzubillah
Begitulah akhirnya mereka berdua telah terjerumus dalam nafsu syahwat, tali-tali iblis telah mengikat. Mereka jadi terbiasa jalan berdua bergandengan tangan, canda gurau dengan cubit sayang, senyum tawa sambil bergelayutan, dan cium sayang melepas abang. Kunjungan kesatu, kedua, ketiga, keseratus, keseribu, dan yang tinggal sekarang adalah suasana usang, bosan, dan menjenuhkan percintaan. Segalanya telah diberikan sang Juliet, Juliet pun menuntut sang Romeo bertanggung jawab? Ternyata sang Romeo pergi tanpa pesan walaupun datang dengan kesan. Sungguh
Wahai para Muslim/muslimah, sadarlah akan lamunan kalian, bayang-bayang cinta yang suci, bukanlah dengan pacaran, cobalah pikirkan buat kamu muslimah yang masih bergelimang dengan pacaran atau kalian wahai pemuda yang suka gonta-ganti pacar. Cobalah jawab dengan hati jujur pertanyaan-pertanyaan berikut dan renungkan!
Kami tanya :
Apakah kamu dapat berlaku jujur tentang hal adegan yang pernah kamu kamu lakukan waktu pacaran dengan si A,B,C s/d Z kepada calon pasangan yang akan menjadi istri atau suami kamu yang sesungguhnya? Kalau tidak kenapa kamu berani mengatakan, pacaran merupakan suatu bentuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan dilandasi sikap saling percaya? Sedangkan kenapa kepada calon pasangan hidup kamu yang sesungguhnya kamu berdusta? Bukankah sikap keterbukaan merupakan salah satu kunci terbinanya keluarga sakinah?
Mengapa kamu pusing tujuh keliling untuk memutuskan seseorang menjadi pendamping hidupmu? Apakah kamu takut mendapat pendamping yang setelah sekian kali pindah tangan? Aku ingin calon pendamping yang baik-baik Kamu katakan seperti ini tapi mengapa kamu begitu gemar pacaran, hingga melahirkan korban baru yang siap pindah tangan dengan kondisi Aku bukan calon pendamping yang baik, bekas dari tanganmu, sungguh bekas tanganmu?
Jika kamu disuruh memilih diantara dua calon pasangan hidup kamu antara yang satu pernah pacaran dan yang satu begitu teguh memegang syariat agama, yang mana yang akan kamu pilih? Tentu yang teguh dalam memegangi agama, ya khan? Tapi kenapa kamu berpacaran dengan yang lain sementara kamu menginginkan pendamping yang bersih?
Bagaimana perasaan kamu jika mengetahui istri/ suami kamu sekarang punya nostalgia berpacaran yang sampai terjadi tidak suci lagi? Tentu kecewa bukan kepalang. Tetapi mengapa sekarang kamu melakukan itu kepada orang yang itu akan menjadi pendamping hidup orang lain?
Kalaupun istri/suami kamu sekarang mau membuka mulut tentang nostalgia berpacaran sebelum menikah dengan kamu. Apakah kamu percaya jika dia bilang kala itu kami berdua hanya bicara biasa-biasa saja dan tidak saling bersentuhan tangan? Kalau tidak kenapa ketika pacaran bersentuhan tangan dan berciuman kamu bilang sebagai bumbu penyedap?
Jika kamu nantinya sudah punya anak apakah rela punya anak yang telah ternoda? Kalau tidak kenapa kamu tega menyeret ortu kamu ke dalam api neraka Allah? Kamu tuntut mereka di hadapan Allah karena tidak melarang kamu berpacaran dan tidak menganjurkan kamu untuk segera menikah.
Karena itu wahai muslimah dan kalian para pemuda kembalilah ke fitrah semula. Fitrah yang telah menjadi sunattullah, tidak satupun yang lari daripadanya melainkan akan binasa dan hancur.
Inti dari pembahasan ini adalah PACARAN ITU HARAM !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar