Jumat, 22 Agustus 2008

Tanya Jawab Seputar Pernikahan

Pertanyaan :

Ada anak perempuan yang menikah tanpa izin bapaknya. InsyaAllah alasan penolakan tsb syar'i yaitu mengenai akhlak yang buruk. mereka sebelumnya sudah pacaran walaupun tidak direstui. anak tersebut memilih kabur dari rumah dan belakangan diketahui sudah menikah dengan pacarnya menggunakan wali hakim.
a. Sahkah pernikahan tersebut?

b. Bagaimana sebaiknya sikap Bapak dari wanita tsb?

( Abu Fal / Jakarta / Indonesia / 374 )

Jawaban :

Hukum menghalang-halangi anak perempuan yang telah siap menikah

S : Saya telah menikah setahun yang lalu dan yang bertindak sebagai walinya adalah kakak laki-laki saya karena ayah saya menolak pernikahan itu, dan setelah berlangsung setahun, ayah saya akhirnya menerima pernikahan saya dan merasa amat bahagia atas hal itu, akan tetapi saya terkadang menjadi ragu-ragu, khususnya berkaitan dengan shah tidaknya pernikahan saya tersebut ditinjau dari segi syar'inya.(mohon penjelasannya ?-penj).

J : Alhamdulillah,

Pertama : Kami tujukan nashihat kami kepada para orang tua; Wajib atas mereka untuk bersegera menikahkan anak-anak perempuan mereka yang menjadi tanggung jawab mereka dalam perwaliannya, bila ada orang yang melamar anak perempuan mereka dan orangnya kufu' (setara /sudah cocok dalam segala sisi) sedangkan anak perempuan mereka tersebut sudah rela/setuju dengan hal itu. Maka apabila ada orang yang menyalahi hal tersebut (apa yang kami kemukakan itu) maka sungguh dia telah menyalahi apa yang telah diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam yaitu sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata:Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam : "Bila telah datang kepada kalian (para wali) untuk melamar, orang yang kalian rela/setuju terhadap agama dan akhlaqnya, maka nikahilah dia (dengan anak perempuan kalian), sebab jika tidak kalian lakukan hal tersebut maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di muka bumi" (H.R.at-Turmuzi, kitab an-Nikah, no.hadits. 1004, dan dihasankan oleh al-Albâni dalam kitabnya shahîh Sunan Abi Daud, no.865)

Jadi, tidak boleh menghalang-halangi mereka apapun maksud/tujuannya yang tidak sesuai dengan apa yang disyari'atkan oleh Allah dan RasulNya. Definisi (menghalang-halangi) menurut Ibnu Qudâmah adalah : "..Dan makna adalah menghalang-halangi perempuan untuk menikah dengan orang yang kufu' dengannya saat dia (perempuan itu) meminta hal itu (menikah), sedangkan keduanya (si perempuan dan pelamar) telah setuju satu sama lainnya. [Lihat: al-Mughni, 7/24]. Oleh karena itu, para wali perempuan seharusnya menyegerakan pernikahan orang-orang yang dibawah perwalian mereka karena hal itu dapat menjaga mereka (orang-orang yang dibawah perwalian mereka tersebut) dari perbuatan yang menjerumuskan mereka ke dalam apa yang diharamkan oleh Allah, begitu juga agar si wali sendiri tidak terjerumus ke dalam hal yang sama yaitu dosa menghalang-halangi itu.

Dan asal hukum perbuatan wali menghalang-halangi pernikahan orang yang perwaliannya dibawah tanggung jawabnya (anak perempuannya) dengan orang yang kufu' dengannya adalah haram karena hal itu adalah suatu kezhaliman dan membahayakan si perempuan (dalam melarangnya untuk mendapatkan hak menikah dari orang yang dia rela/setuju dengannya). Hal itu semua, berdasarkan larangan Allah Ta'âla dalam firmanNya yang ditujukan kepada para wali :"…maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya..". (Q.,s. al-Baqarah : 232).



Kedua : Berkaitan dengan hukum permasalahan diatas, terdapat dua gambaran/bentuk : Pertama : Bila yang bertindak sebagai ('Adhil) penghalang bagi perempuan tersebut [dalam hal ini sudah dijelaskan mengenai definisi 'adhl] adalah wali yang paling dekat maka shah bagi wali yang paling jauh untuk menikahkannya meskipun wali yang paling dekat ada (tidak memiliki 'uzur), karena ketika itu dia (wali yang paling dekat) sudah tidak ada hak perwalian lagi.Imam al-Mardâwi berkata :" perkataannya (pengarang buku asli yang disyarah olehnya-penj) 'dan jika wali yang paling dekat menghalang-halangi maka wali yang paling jauhlah yang menikahkan'; inilah pendapat yang shahih dari mazhab (mazhab Hanbali-penj), dan merupakan pendapat yang dipegang oleh mayoritas al-Ashhab (sebutan bagi para ulama, para murid Imam Ahmad)..

Syaikh Taqiyuddin-rahimahullah- berkata: "Diantara ciri gambaran/bentuk penghalangan itu adalah ; bila pelamar menolak untuk melamarnya (si perempuan) karena sikap keras si wali ". (al-Inshâf, 5/74). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :"dan bila dia (si perempuan) setuju sedangkan si laki-laki tersebut setara (kufu') baginya maka wajib atas walinya, seperti saudara laki-lakinya, kemudian (bila tidak ada-penj) pamannya, untuk menikahkannya dengan laki-laki tersebut. Jika si wali (yang paling dekat tersebut) menghalang-halanginya dan menolak untuk menikahkannya, maka walinya yang paling jauhlah yang menikahkannya.." . (al-Fatâwa al-Kubro : 3/83).

Imam Ibnu Qudâmah berkata :"Bila wali yang paling dekat menghalang-halanginya, maka hak perwalian pindah kepada wali yang paling jauh, demikian apa yang dinashkan (secara tertulis) oleh Imam Ahmad ". (al-Mughni karya Imam Ibnu Qudâmah, 7/24). Syekh Ibnu 'Utsaimin –rahimahullah- berkata: "Bila si ayah menghalang- halangi pernikahan anak perempuannya dengan laki-laki yang kufu' maka hak perwalian pindah kepada orang yang temasuk al-Aqriba' al-'ashabah (kerabat yang memiliki hak 'ashabah) setelahnya, dari posisi yang paling utama (berhak) kemudian berikutnya". (Fatâwa Islâmiyyah, 3/149). Kedua :Bila yang menikahkan adalah wali yang paling jauh disaat wali yang paling dekat ada, sedangkan walinya (yang paling dekat tersebut) tidak menghalang-halanginya ; Imam al-Mardâwi berkata :"dan bila yang menikahkan adalah wali yang paling jauh tanpa adanya 'uzur dari wali yang paling dekat, atau yang menikahkah tersebut adalah orang asing maka hal itu tidak shah". (al-Inshâf, 8/82).

Imam al-Buhûti berkata :"dan bila yang menikahkan adalah wali yang paling jauh tanpa adanya 'uzur dari wali yang paling dekat maka pernikahan itu tidak shah karena wali yang paling jauh tidak memiliki hak perwalian dengan keberadaan wali yang paling dekat ". (Kasysyâful Qinâ', 5/56).Dari permasalahan diatas, muncul fara' (cabang permasalahan) lain yaitu bila si wali yang paling dekat membolehkan pernikahan tersebut, maka bagaimana hukumnya ?

Para Ulama berkata : "masalah; 'bila yang menikahkan adalah orang yang selainnya lebih utama darinya, dia ada (berada di tempat dan tidak memiliki 'uzur) dan tidak menghalang-halangi maka pernikahan tersebut adalah fâsid (rusak/tidak shah)' ; cabang permasalahan ini mencakup tiga hukum terkait : pertama, bahwa bila yang menikahkannya (si perempuan) adalah wali yang paling jauh dengan keberadaan wali yang paling dekat dan dia (si perempuan) menerimanya (wali yang paling jauh) sebagai wali yang menikahkannya tanpa seizin dari wali yang paling dekat tersebut, maka (pernikahan tersebut) tidak shah; demikian pendapat Imam asy-Syafi'i . (Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh) Imam Malik, dia berkata : "(pernikahan tersebut) shah karena dia (wali yang paling jauh) posisinya adalah tetap wali maka shah baginya untuk menikahkannya meskipun tanpa seizinnya (si perempuan); hal ini seperti posisi wali yang paling dekat". Kedua, Bahwa 'aqad ini menjadi fâsid (tidak shah), tidak tergantung kepada pembolehan dan tidak juga pembolehan itu merubah statusnya menjadi shah… dan pernikahan seperti ini, semuanya adalah batal menurut riwayat yang paling shahih dari dua riwayat Imam Ahmad yang dinashkan (secara tertulis) oleh Imam Ahmad dalam beberapa tempat/kitab, dan ini juga adalah salah satu qaul (perkataan) Imam asy-Syafi 'i serta pendapat Abu 'Ubaid dan Abu Tsaur. Juga terdapat riwayat lain dari Imam Ahmad, yaitu 'bahwa ('aqad tersebut) tergantung kepada pembolehan ; jika dia (wali yang paling dekat) membolehkan maka hal itu adalah boleh, dan jika tidak maka hal itu adalah fasid'. Ketiga, Pernikahan yang dilakukan oleh al-Fudhûli; yang dalam istilah para Fuqahâ' adalah; orang yang bertindak terhadap hak orang lain tanpa izin syar'i, dan hal itu dikarenakan tindakannya tersebut terjadi tanpa adanya kepemilikan, perwakilan ataupun perwalian. [al-Masu'ah al-Fiqhiyyah, 32/171].

Para Fuqahâ' berbeda pendapat dalam menentukan hukum pernikahan yang dilakukan oleh al-Fudhûli yang tanpa hak perwalian atau perwakilan, kepada beberapa pendapat : Pertama, Pendapat ulama Hanâbilah dan Imam asy-Syafi'i dalam qaul jadidnya ; bahwa pernikahan yang dilakukan oleh al-Fudhûli adalah batal dan tidak berpengaruh terhadap pembolehan si wali (artinya harus mengulangi 'aqad pernikahan yang baru). Kedua, pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat dan Abu Yusuf (salah seorang shahabat Imam Abu Hanifah-penj) ; bahwa pernikahan yang dilakukan oleh al-Fudhûli adalah shah akan tetapi itu tergantung kepada pembolehan si wali ; jika dia membolehkan maka pernikahan itu shah dan jika tidak maka pernikahan itu adalah batal. [al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah, 32/175].

Kesimpulan :

Sebagian para ulama telah mengatakan bahwa 'aqad tersebut adalah shah bila dibolehkan oleh si wali – sebagaimana yang anda lihat/baca – dan jika anda ingin lebih merasa tenang dan keluar dari perbedaan pendapat Ahlul 'ilm (tersebut) maka ulangilah 'aqad pernikahan anda tersebut, dan hal itu tidak dapat tidak harus dengan mendapatkan persetujuan dari wali anda, yaitu ayah anda (sebagai ijab), penerimaan dari suami anda (sebagai qabul) serta kehadiran dua orang saksi disertai taubat atas apa yang telah terjadi. Dan kami memohon kepada Allah agar anda mendapatkan taufiq dariNya.

24 komentar:

Anonim mengatakan...

bagaimana sebaiknya menanggapi seorang perempuan yang tidak mau menikah karena punya masa lalu kelam, alasannya, dia tidak ingin kalau harus menutup-nutupi masa lalunya yang kelam, tapi membukanya kepada orang yang menjadi suaminya dia tidak sanggup..dia tidak ingin mengecewakan orang lain..tapi di sisi lain, banyak orang yang bilang kalau tidak mau menikah berarti bukan umat nabi Muhamad??

nazar mengatakan...

assalamu'alaikum......
perbedaan pendapat ulama tentang
-kehadiran saksi dalam akad nikah
-kehadiran saksi dalam talaq
-warisan zawil arham dan syarat-syaratnya
-minuman beralkohol non khamar
-kadar alkohol yamng di haramkan
-berzakat melalui badan amil dan baitul mal
atas perhatiannya saya ucapakan terima kasih...

hamba alloh2 mengatakan...

ass.saat kami menikah istri saya mengaku telah di ceraikan,ternyata baru 6 bulan kami menikah si suaminya datang kpd saya bahwa istri saya adalah istrinya dan belum dia ceraikan,tindakan apa yang harus saya lakukan serta bagaimana sya bertanggung jawab kepada anak yg sekarang sedang di kandung oleh istri saya,sah tidak pernikahan saya itu,,,apa status anak yang masih berada dalam kandungan

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum.wr.wb...
Saya seorang ikhwan yang mempunyai keinginan untuk menikah namun saya memiliki ketidak cocokan pendapat dengan orang tua saya dikarenakan kedua orang tuan saya berpendapat pernikahan Jawa & Sunda adalah pernikahan sulit. Hal ini akan lebih sulit lagi apabila perempuan jawa menikah dengan laki-laki sunda afwan saya ingin bertanya apakah saya salah besikukuh untuk mempertahankan keinginan saya untuk menikah dengan seorang wanita yang saya idamkan ataukah saya harus berpendapat yang sama seperti keyakinan kedua orang tua saya...mohon pencerahan dn bimbingan nya ...syukron ..wassallamualaikum...

Unknown mengatakan...

assalamualaikum
saya mau mengajukan beberapa pertanyaan
1. apa saja hewan yang boleh d pelihara? klw bisa lengkap y
2. boleh ngak memelihara kura-kura atw hamster?
3. apa hewan yang haram n mubah atw makhruh tidak boleh dipelihara?
4. boleh ngak mengurung binatang dalam kandang?

sekian, terima kasih
assalamu'alaikum

Anonim mengatakan...

Assalamu'alaikum...

Afwan ustadz .. saya ingin bertanya bolehkan seorang wanita memberikan syarat kepada calon suaminya, seperti "ketika malam pengantin :") kamu boleh mneyentuh saya dg syarat sebelum di sentuh kamu bacakan saya surat XXX (yang sudah di hafal dan di tentukan sebelumnya, perjanjian ketika sebelum pernikahan? " boleh hal itu di lakukan ??

Anonim mengatakan...

saya seorang pria usia 23 taun, yg sangat berkeinginan untuk menikah dgn wanita yg saya cintai, namun orang tua saya bersikukuh melarang saya untuk tdk mnikah muda krena mreka ingin dbantu dlm hal ekonomi kluarga oleh saya, tapi saya sdah trlanjur janji untuk mnikahinya pda akhir taun ini karena memang sya jga menginginkan prnikahan pada taun ini agar trhindar dari perbuatan yang dilarang Alloh,
apakah benar bila saya tetap bersikukuh menikah???
apakah saya berdosa kpd orang tua lalu apakah orang tua berdosa karena menghalang-halangi saya untuk menikah???
dan bila saya menikah tanpa rido dari orang tua saya akan membawa madorot tidak bagi saya??
krena saya juga berkomitmen ingin tetap membantu mereka walopun sya sudah menikah, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
wassalamualaikum

abdillah mengatakan...

ass.p ustadz, kenalkan ustadz saya Yaman dari tangerang, saya sedang kuliah semester akhir dan calon pasangan saya juga sedang kuliah semester akhir sama seperti saya, kami berdua seumuran, kelahiran tahun 1988. saya lebih tua beberapa bulan dari dia.
beberapa tahun lagi saya berniat akan menikah, saya ingin menanyakan sesuatu ke pa ustadz, karena saya masih awam dan masih bingung , yang saya ingin tanyakan adalah, suami berkewajiban memberi nafkah pada istri dan keluargah, nah calon pasangan saya juga yang nt sudah jadi sarjana di juga ingin bekerja, namun saya bilang ke dia"nanti boleh bekerja, namun peran kamu di keluarga harus lebih besar ketimbang kerjaan kamu di luar", tapi dia tak bisa yakin untuk berperan lebih banyak di keluarga karena pekerjaan dia diluar, namun untuk sabtu dan minggu dia akan fulltime untuk mengurus rumah tangga. pertanyaan saya ustadz apa yang saya harus lakukan baik suami atau istri yang memiliki kemauan seperti kasus tersebut??? jika calon istri saya itu tetap bekerja namun saya kurang meridhoinya apakah saya berdosa atau istri saya kah yang berdosa, secara yang saya tahu peran istri dirumah tangga sangat besar???bagaimana pandangan hukum islam tentang masalah seperti ini p ustadz. semoga allah memberikan bimbigan kepada saya melalui uraian jawaban dari ustadz. terimakasih ass.p ustadx.

basio mengatakan...

Ass. wr.wb
maaf saya hanya ingin bertanya
ada temen yg dia dah punya istri, hanya dia punya fantasi sex yg menyimpang yang tdk dpt dilakukan dengan istri nya, kmdn tanpa sepengetahuan istri dia menikah siri dengan wanita lain untuk tujuan melakukan fantasi sex menyimpang tersebut (contoh nya parti sex dengan tukar pasangan ato 3some)dia menikah sesuai dengan syarat dan rukun nikah, yg saya tanyakan bagaimana hukum pernikahan tersebut?halal / haram kah?

denish mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
denish mengatakan...

assalamualaikum ustadz



semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan selalu menuntun kita ke jalan yang benar

amiin amiin ya robbal alamin



bismillahirohmannirohim



saya punya seorang sahabat yang saat ini sedang mengalami masa-masa sulit

sahabat saya dinikahi dengan seorang laki-laki beristri tanpa sepengetahuan orang tua dan saudara2nya dengan penghulu sebagai wali hakim dan 2 orang saksi

padahal sahabat saya masih punya Ayah Kandung dan Saudara Laki2 yang tinggal tidak jauh

berdasarkan keterangan sahabat saya itu, pada saat menikah tersebut, dia masih ragu or bimbang or ga yakin

tapi bagaimanapun pernikahan berlangsung juga

pernikahan tersebut juga belum mendapat persetujuan dari istri pertama

*dari istri pertama, si laki2 mempunyai 3 anak yang masih kecil

sahabat saya merasakan kebahagiaan hanya 2 bulan saja, selebihnya dia merasa tersiksa dan teraniaya dengan sikap serta makian kasar si laki-laki

sahabat saya merasa dimanfaatkan, selain harus memenuhi kebutuhan seksual sang laki-laki, dia juga harus membantu bekerja di perusahaan di laki-laki

selama menikah, sahabat saya disuruh memasang KB agar tidak hamil

selain itu, sahabat saya tidak diijinkan untuk memiliki banyak teman dan dituntut untuk selalu di rumah (kosan)

sahabat saya hanya disewakan sebuah kamar kosan kecil dengan fasilitas yang seadanya,

dengan penghasilan si laki-laki sebagai kontraktor yang cukup besar, bisa dibilang itu tidak adil

sebenarnya sahabat saya sudah berulang kali berusaha untuk meninggalkan si laki-laki ini tapi selalu saja dihalang-halangi dengan si laki-laki ini dengan ancaman akan mempermalukan sahabat saya di hadapan orang tua, keluarga, bahkan orang-orang sekampung

Laki2 tersebut juga mengancam akan membuat 'gila' melalui pak 'kyai' nya yang sakti

sahabat saya ketakutan akan ancaman itu karena takut terjadi apa2 sama ayah ibunya yang sudah tua

selama ini sahabat saya dikenal sebagai anak pendiam, taat agama, dan sangat patuh dengan orang tuanya

sejak sekolah sahabat saya sudah menjadi tulang punggung keluarga, karena kebetulan ayah dan ibunya sudah bercerai



sekarang sahabat saya bisa dibilang kabur dari laki2 itu

karena saya yang mendorong dia untuk berani

saya bantu dia untuk berbicara dengan ibunya mengenai masalah ini

meskipun awalnya ibunya shock berat, Alhamdulillah, sekarang sudah bisa menerima keadaan yang sebenarnya

sahabat saya dilarang kembali kepada laki2 itu karena dianggap nikahnya tidak sah



pertanyaanya :

1. apakah pernikahan itu sah? saya pernah mendengar hadist "nikah tanpa wali tidaklah sah" (HR.Tirmidzi 1020)

meskipun disana ada penghulu sebagai wali, tapi kan ortu sahabat saya masih ada dan tinggal di tempat yang tidak jauh, satu kota malah. selain itu, si istri pertama juga tidak tau



2. Apakah saya berdosa sudah mendorong teman saya untuk mencoba berani melawan si laki2 itu dan menyuruhnya untuk mengakui semua di depan orang tuanya? saya tidak tega melihatnya teraniaya seperti itu. bahkan kadang si laki-laki itu pernah bilang ke orang2 kosan kalau teman saya itu orang stress



3. Bagaimana cara teman saya untuk melepaskan diri dari laki2 tersebut? apakah perlu talak dari laki2 itu? menurut saya sangat tidak mungkin karena bisa dibilang dia sangat posesif dan psikopat



mohon bantuannya ustadz
saya tunggu balasannya
terima kasih



Wasalamualaikum wr wb

Bad_boyz mengatakan...

Ass. Wr. Wb
Pekenalkan nama saya Ryan dari Bekasi mau nanya ni pak ustadz.

Saya mempunyai kekasih "A" yang pernah menceritakan masa lalunya yang ternyata pernah menikah siri dengan seorang Duda beranak 3 yang mualaf.

jadi ceritanya : Karena ortu "A" tidak kasih ijin serta tidak merestui hubungan mereka, maka mereka melakukan nikah siri dengan wali pakde si "A".

setelah beberapa tahun mereka menikah tetapi tidak dapat restu juga akhirnya "A" minta diceraikan(talak 3)&langsung di iyakan oleh pria tsb karena demi kebaikan "A" yang tidak dapat restu dari ortunya.

Nah pertanyaan saya apakah dengan pria tersebut mengiyakan, mereka sudah benar2 bercerai ?
karena saya kurang paham tentang nikah siri, baik hukum dll.nya

karena saya tidak mau menikahi kekasih saya jika belum ada hukum yang kuat, sah menurut agama jika mereka benar2 sudah bercerai.
karena nikah siri tidak diakui negara.
mohon petunjuk dan sarannya.
sebelum dan sesudahnya saya bertrima ksi.

Bad_boyz mengatakan...

Ass. Wr. Wb

perkenalkan nama sya Ryan dari Bekasi.

maaf pak Ustadz saya mau bertanya, saya mempunyai kekasih "AP" dan telah menceritakan masa lalunya.
Ternyata "AP" pernah menikah siri.

Jadi ceritanya "AP" menjalin hubungan kasih ma pria (Duda beranak 3), mualaf serta ternyata pria tsb atasannya "AP".

Mereka menjalin hubungan hingga 7tahun tetapi ortunya "AP" tidak mengetahui bahwa mereka mempunyai hub. spesial karena ortunya tahunya mereka seperti kakak-adik.

Mereka berharap ortu "AP" kasih restu tetapi tidak dikasih ijin serta restu juga. Akhirnya mereka memutuskan menikah Siri dengan harapan nantinya ortu si "AP" kasih restu(Green light) hub. mereka tsb.

Setelah sekian lama menikah siri ortu "AP" tetap tidak akan kasih restu (saya kurang tahu persis kenapa tidak di kasih restu juga).
Akhirny "AP" minta diceraikan (talak 3) oleh pria tsb, lalu pria tsb mengiyakan.

Nah apakah dengan pria tersebut cukup bilang "iya" maka mereka telah resmi bercerai secara agama(sah) ???

Mohon petunjuk dan sarannya karena saya kurang paham tentang Nikah Siri.

serta apakah nanti saat kami akan menikah perlu kasih tahu ortu "AP" tentang masa lalunya "AP" ?
karena menurut saya itu privasinya "AP" tetapi ortu "AP" pun perlu mengetahuinya.

Unknown mengatakan...

Ass. Ustadz saya mau bertanya :
Saya menjatuhkan talak kepada isteri saya saat kondisi sedang marah besar. saat talak tersebut dijatuhkan, isteri saya dalam masa suci dan telah saya gauli/persetubuhan.
Sah kah talak tersebut. Mohon pencerahan, terima kasih.
Saya menjatuhkan talak kepada isteri saya saat kondisi sedang marah besar. saat talak tersebut dijatuhkan, isteri saya dalam masa suci dan telah saya gauli/persetubuhan.
Sah kah talak tersebut. Mohon pencerahan, terima kasih.

ayu mengatakan...

assalamu’alaikum,
saya janda , berencana menikah dengan pria yang sdh beristri namun sudah sepengetahuan istrinya , pria ini sudah melamar saya namun di tolak ayah saya karena “statusnya” , saya punya adik lelaki namun adik jg tidak mau melawan ayah . apakah sah apabila saya tetap menikah dgn wali hakim ? kami sdh coba mendatangi KUA setempat namun pihak KUA tetap meminta ayah yang menjadi wali ,kami harus bagaimana ? saat ini kami mempunyai usaha bersama sehingga kami selalu bersama ,kami tidak ingin berbuat dosa lebih banyak lagi,wali lain tidak ada kecuali ayah dan adik namun keduanya menolak karena status pria tsb sdh beristri , pendekatan secara kekeluargaan sudah kami lakukan namun tetap sama semua sudah dicoba baik pendekatan kekeluargaan maupun melalui kua namun tetap tidak berhasil , apakah itu berarti tetap tidak boleh menikah ? karena alasan pria ybt sudah beristri ?

Erfina Kencana Regency mengatakan...

assalamu'alaikum

langsung saja ..mana yang harus saya pilih antara ibu kandung dengan istri jika keduanya sudah tidak ada kecocokan, bahkan istri mengancam rumah tangga kami akan hancur jika ibu saya hadir dalam keluarga kami, sementara ibu saya saat ini tinggal seorang diri, walau saya banyak yg bilang ibu kandung adalah prioritas ..tp saya belum bisa ambil resiko pisah dengan istri karena anak saya masih berusia 3 bulan, mohon pencerahannya ..terimakasih, Wassalam

Anonim mengatakan...

asslm,,,
pa ustdz,, saya seorng laki2.. sayan ingin menikah dengn pasangan saya tp dia turunan arab "syarifah" trus kluarganya tdk ada 1pun yg mau mnrima saya sbgai clon mantunya.. tp pasangn saya sdh bnr2 bulat kputusannya ingn jg mnikah dengn saya sampai2 dia nekat kabur dari rumahnya.. saya ingin mnikahinya tp tdak ada wali dr kluarganya apakh shah bila hnya wali hakim.??? tlong infrmasinya pak ustdz wasslm

theo mengatakan...

Assalamualikum,

Saya Mau bertaanya tentang Hukum MAHAR Pernikahan, bolehkah Memberikan Mahar dengan Menggunakan Campuran Beberapa Mata uang Asing, Misalnya 1 Euro, 1 Dolar, 2000 Rupiah, 15 Riyal. (01_01_2015).. ??
Mohon Penjelasanya ?
Terimakasih.

Unknown mengatakan...

ass..
saya mau minta penjelesan menngenai apa yg saya alami..
saya menikah dengan suami dengan usia kehamilan saya kurang lebih 7bln.. setelah menikah saya dibawa sama suami tinggal dikampung halaman nya, dan setelah melahirkan saya pulang kerumah orang tua saya.. yg ingin saya tanyakan, apa benar setelah melahirkan seharusnya saya dan suami harus ijab kabul lagi? karna sampai sekarang umur ank kami 2thun kami belum melakukan ijab kabul lagi, apa bener rumah tangga kami sering diberi cobaan yg hampir diluar kemampuan sampai beberapa kali hampir bercerai.. apa itu termasuk masalahnya. tolong bantu saya..

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum ustad? bagaimana hukumnya pernikahan apabila wali nikah terbata bata/salah dalam menyebutkan nama pànjang anaknya ketika ijab kobul, sementara mempelai laki-laki lancar dan jelas ketika menjawabnya,dan 2 saksi mengesahkan ijab kobul tersebut, dan ketika itu pula ada satu dari sekian tamu yg mencoba menyuruh mengulang ijab kobul. Seketika itu juga penghulu menayakan kepada saksi dan mempelai pria apakah perlu diulang apa tidak?si mempelai pria dan saksi tetap mengesahkan pernikahan dan tidak mengulang ijabnya dan penghulu mengikutinya.apakah sah pernikahan trsbut ustad? Trimksih wasalamualaikum warohmatullohi wabarokaatuh

Unknown mengatakan...

assalamualaikum ustadz,,,,,saya sekarang berada di jeddah saudi arabia saya sebentar lagi pulang ke tanah air yang ingin saya tanyakan jika saya menikahi seorang wanita yg sedang bekerja di saudi apa hukumnya dan sah kah pernikahan saya

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum pak ustad.. sya mau tanya apabila seorang lelaki sedang merantau dan dipelet untuk menikahi seorang wanita tanpa keadaan sadar .. kemudian orangtuanya tahu bila anak laki2nya di guna2 dan dibawa pulang .. dan setelah laki2 ini sembuh dan terbebas dari guna2 wanita tersebut apakah hukum pernikahn ini tetap sah diagama islam??

Unknown mengatakan...

assalamuallaikum..
sebenarnya, pesta pernikahan yang sesuai syariat islam itu yang sperti ap? adakah videonya, spya dapat kami trapkan..
trimakasih sebelumnya..

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum…
Sy Rijal di kendari…
Sy berpacaran dgn seorang gadis yg sebentar lagi menikah dgn pria lain , hingga sampe gadis itu telah menikah dan berstatus istri org , sy juga masih tetap menjalin hubungan , di karenakan kata si gadis , hubungan rumah tangga barunya tdk sesuai dgn apa yg dia harapkan.
Di saat pernikahan gadis tersebut dgn suaminya itu jalan 1 bulan hubungan kami berdua ketahuan oleh suami dan keluarga gadis tersebut , dan kami pun memutuskan utk lari meninggalkan semua yg kami miliki dgn alasan saling cinta, dan pergi utk hidup berdua.
Pertanyaan saya : Apa boleh sy menikahi gadis tersebut?? .
Kalau boleh , ada waktu/saatnya tdk??.
Bagaimana hukumnya dalam agama??.

Mohon pencerahannya...
Terima kasih
Wassalamu’alaikum…